Wednesday, 21 September 2016

Keunggulan dan Kelemahan Manajemen Pendidikan Desentralisasi

Keunggulan dan Kelemahan Manajemen Pendidikan Desentralisasi

Berikut adalah keunggulan dan kelemahan dari manajemen pendidikan desentralisasi, yaitu :
No
Aspek
Desentralisasi
Keunggulan
Kelemahan
1
Wawasan nusantara
Ø  Dapat mengurangi konflik antara pusat dan daerah (konflik manajemen).
Ø  Dapat memperlemah kesatuan dan persatuan nasional.
Ø  Dapat mengarah kepada rasa daerah yang sempit.
Ø  Dapat mengurangi wibawa pemerintah secara nasional.
2
demokrasi
Ø  Proses demokrasi berjalan secara partisipan nyata.
Ø  Memupuk kemandirian.
Ø  Memerlukan organisasi yang fleksibel dan merata di seluruh daerah.
3
kurikulum
Ø  Dapat beradaptasi kepada tuntutan lingkungan sosial, budaya masyarakat.
Ø  Sulit dicapai konsensus dalam merumuskan tujuan pendidikan karena keragaman kebutuhan.
Ø  Relatif sulit mengadakan eksperimen yang berwawasan nasional.
4
Proses belajar mengajar
Ø  Sangat kondusif untuk proses belajar mengajar.
Ø  Dipihak lain pengawas lebih efektif.
Ø  Sulit menerapkan standar nasional.
Ø  Ketidak samaan mutu sangat nyata.
5
Efesiensi
Ø  Ada kesesuaian antara penawaran dan permintaan tenaga kerja.
Ø  Cenderung mengurangi tinggal kelas karena kurikulum yang relevan.
Ø  Sangat efesien dalam menggunakan sumber-sumber.
Ø  Kurangnya tenaga terampil khususnya di daerah terpencil.
6
pembiayaan
Ø  Dapat memobilisasi sumber daya pendidikan, asal disertai partisipasi masyarakatdalam pengelolaan.
Ø  Tidak meratanya pendapatan asli daerah (PAD), khususnya daerah-daerah miskin.
7
ketenagaan
Ø  Relatif dapat dilakukan penyesuaian dengan kebutuhan nyata, termasuk untuk daerah terpencil.
Ø  Kurangnya kesiapan SDM daerah terpencil.

Demikianlah baik struktur sentralisasi maupun desentralisasi jika dilaksanakan secara ekstrem, keduanya ada keburukan dan kebaikannya. Seperti dikatakan di muka, maka yang biak ialah struktur yang merupakan antara keduanya, yang susunan dan penyelenggaraanya disesuaikan dengan kondisi-kondisi dan kebutuhan tiap Negara secara keseluruhan.[1]
Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa di dalam mencari jalan terbaik untuk mencapai tujuan pendidikan yang semakin bermutu, relevan, efektif dan efesien, diperlukan pendekatan yang didesentralisasi. Hal ini berpijak pada kebijakan pembangunan nasional, yaitu lebih mendekatkan pembangunan kepada rakyat. Berkaitan dengan itu telah lahir peraturan pemerintah No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang dititik beratkan pada daerah tingkat II, namun demikian tentunya khusus dalam manajemen pendidikan, perlu dipertimbangkan daerah yang didesentralisasi penuh dan ada yang perlu dipersiapkan lebih.
Masa persiapan itu memerlukan program dan penjadwalan terutama dalam kaitanya dengan PP No. 28/89. Implementasi desentralisasi dalam manajemen pendidikan dikaitkan dengan perubahan sikap dan perkembangan pendidikan ke arah yang semakin tinggi diantara para pemimpin pendidikan. Kemajuan iptek juga memperbesar kemungkunan bagi para pimpinan atau manajer untuk mendelegasikan kembali kegiatan yang semula sangat rumit kepada tingkat bawah untuk mengambil keputusan. [2]
Setelah dipaparkan keadaan manajemen pendidikan dasar dewasa ini, dapat kami ambil kesimpulan sementara bahwa isu pokok manajemen pendidikan dasar dewasa ini ialah pendekatan manajemen secara sentralisasi atau desentralisasi. Jiwa PP No. 65 tahun 1951 adalah pemberian sebagian wewenang kepada daerah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar, dan hal ini mendapat wadahnya dalam UU No. 5 tahun 1974 mengenai pemerintah di daerah yang menjurus kepada pemberian otonomi kepada daerah. Kita telah melihat bahwa keputusan politik untuk memberi otonoomi kepada daerah didorong pula oleh tuntutan pembangunan nasional yang semakin meningkat dan semakin kompleks sehingga meminta penanganan yang lebih efesien serta mengikut sertakan masyarakat sedapat-dapatnya dalam mengambil keputusan, dalam merencanakan, melaksanakan dan bertanggung jawab atas pembangunan di daerah.[3]
Sebaliknya, jiwa PP No. 28 tahun 1990 cenderung ke arah  pendekatan manajemen yang sentralistik. Hal ini mudah dimengerti karena PP tersebut keluar dari UU No. 2 tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional. Sebagai suatu sistem tentunya ia harus efektif. Secara teknis sistem itu haruslah efesien agar keluaran dari sistem itu bermutu tinggi. Dengan sendirinya PP yang mengatur pelaksanaan sistem itu haruslah bersifat teknis.
Jadi, disatu pihak kita menginginkan pembangunan kita lama-kelamaan haruslah tumbuh dari bawah dan sarana untuk mencapainya ialah dengan pendekatan desentralisasi. Di pihak lain sistem pendidikan nasional kita semakin ditingkatkan mutunya.


[1] M. Ngalim purwanto,  Administerasi dan supervisi pendidikan, Bandung, PT. Remaja rosda Karya, hal:130-131
[2] Nanang fatah, Landasan Manajemen pendidikan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, hal: 82
[3] H.A.R Tilaar, Manajemen pendidikan Nasional, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,  hal: 31

Keunggulan dan Kelemahan Manajemen Pendidikan Sentralisasi



Keunggulan dan Kelemahan Manajemen Pendidikan Sentralisasi

Berikut adalah keunggulan dan kelemahan dari manajemen pendidikan sentralisasi, yaitu :

No
Aspek
Sentralisasi
Keunggulan
Kelemahan
1
Wawasan nusantara
Ø  Memperkuat rasa kebangsaan dan meningkatkan kohesi nasional.
Ø  Memperkuat wibawa pemerintah nasional
Ø  Dapat menimbulkan konflik antara pusat dan daerah(konflik manajemen)
2
demokrasi
Ø  Organisasi kuat.
Ø  Cenderung ke arah penyamarataan.
Ø  Memperlambat proses demokrasi.
Ø  Kurang partisipasi/pasif, kurang inisiatif
3
kurikulum
Ø  Mudah dicapai konsensus
Ø  Dapat memelihara budaya nasional.
Ø  Sangat membantu dalam perluasan kesempatan belajar dan mudah mengadakan inovasi
Ø  Sulit diadaptasi pada kebutuhan lingkungan.
4
Proses belajar mengajar
Ø  Mudah menerapkan standar nasional.
Ø  Evaluasi sebagai alat standarisasi dan media legitimasi pusat.
Ø  Kecenderungan intelektualistik.
Ø  Belajar abstrak tanpa pengalaman lingkungan.
Ø  Pengawas kurang efektif.
5
Efesiensi
Ø  Memadainya tenaga terampil.
Ø  Condong bersifat makro sehingga menyebabkan kesenjangan dalam kebutuhan tenaga terampil.
Ø  Cenderung meningkatkan tinggal kelas yang mengakibatkan tinggal kelas
6
pembiayaan
Ø  Tidak memberatkan daerah dan masyarakat setempat.
Ø  Sulit menjaring dan memadukan sumber-sumber daya pendidikan dalam masyarakat
7
ketenagaan
Ø  Banyaknya tenaga ahli/terampil.
Ø  Kesulitan dalam penyebaran dan penempatan

Sunday, 18 September 2016

Manajemen Pendidikan Desentralisasi



Pengertian Manajemen Pendidikan Desentralisasi


Manajemen pendidikan desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan dalam bidang pendidikan kepada orang-orang pada level bawah ( daerah ). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Di Negara-negara yang organisasi pendidikannya di- disentralisasi, pendidikan bukan urusan pemerintah pusat, melaikan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan rakyat setempat. Penyelenggaraan dan pengawasan sekolah-sekolah pun berada sepenuhnya dalam tangan penguasan daerah. Campur tangan pemerintah pusat terbatas pada kewajiban-kewajiban tentang pemberian tanah bersubsidi, penyelidikan-penyelidikan pendidikan, nasihat-nasihat dan konsultasi, serta program pendidikan bagi orang-orang luar.
Kemudian pemerintah daerah membagi-bagikan lagi kekuasaannya kepada daerah yang lebih kecil lagi, seperti kabupaten/kotapraja, distrik, kecamatan, dan seterusnya, dalam penyelenggaraan dan pembangunan sekolah, sesuai dengan kemampuan, kondisi-kondisi, kebutuhan masing-masing. Tiap daerah atau wilayah diberi otonomi yang sangat luas, yang meliputi penentuan anggaran biaya, rencana-rencana pendidikan, penentuan personel/guru, gaji guru/pegawai sekolah, buku-buku pelajaran, juga tentang pembangunan, pemakaian, serta pemeliharaan gedung sekolah.
Dengan struktur organisasi pendidikan yang diajarkan secara desentralisasi seperti ini, kepala sekolah tidak semata-mata merupakan seorang guru kepala, tetapi seorang pemimpin professional dengan tanggung jawab yang luas dan langsung terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh sekolannya. Ia bertanggung jawab terhadap pemerintah dan masyarakat setempat. Semua kegiatan sekolah yang dijalankan mendapat pengawasan dan social-control yang langsung dari pemerintah dan masyarakat setempat. Hal ini disebabkan karena kepala sekolah dan guru-guru adalah petugas-petugas atau karyawan-karyawan pendidik yang dipilih, diangkat, dan diberhentikan oleh pemerintah daerah pusat.
Istilah desentralisasi manajemen  mengandung makna bahwa proses pendelegasian atau pelimpahan kekuasaan atau wewenang dalam sistem organisasi diberikan dari pimpinan atau atasan ke tingkat bawahan. Secara umum tujuan desentralisasi manajemen di dalam kehidupan berorganisasi adalah untuk meningkatkan efesiensi manajemen dan kepuasan kerja pegawai melalui pemecahan-pemecahan masalah yang berhubungan dengan daerah lokal. Dengan demikian desentralisasi manajemen pendidikan adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada daerah untuk membuat keputusan manajemen dan menyusun perencanaan sendiri dalam mengatasi masalah pendidikan, dengan mengacu pada sistem pendidikan nasional.
Secara teoritis struktur organisasi desentalisasi ditunjukkan dengan tingkat pengambilan keputusan yang terjadi dalam organisasi. Dalam struktur desentralisasi, sebagian keputusan diambil pada tingkat hirarki oprganisasi tertingggi, dan apabila sebagian besar otoritas didelegasikan pada tingkatan yang rendah dalam organisasi, maka organisasi tersebut tergolong pada organisasi yang terdesentralisasi. Dengan demikian inti dari desentralisasi adalah adanya pembagian kewenangan oleh tingkat organisasi di atas kepala organisasi di bawahnya. Implikasi dari hal tersebut adalah desentralisasi akan membuat tanggung jawab  yang lebih besar kepada pimpinan di tiap level organsasi dalam melaksanakan tugasnya serta memberikan kebebasan dalam bertindak. Dengan desentralisasi akan miningkatkan indenpendenssi para administrator untuk berfikir dan bertindak dalam satu tim tanpa mengorbankan kebuhan organisasi. Desentralisasi membutuhkan keseimbangan antara independensi para administrator serta komitmennya terhadap kelangsungan hidup organisasi.
Desentralisasi pemerintahan negara membawa implikasi terhadap ruang lingkup (subtansi), proses, dan konteks pembangunan pendidikan, dan pada implementasinya dalam bidang pendidikan memerlukan model-model yang relevan sesuai dengan konteks dan karakteristik pemerintahan di daerah.
Dalam aspek ini, terdapat tiga model desentralisasi pendidikan yaitu: (1) manajemen bebasis lokasi (site-basedmanagement, (2) pengurangan administrasi pusat, dan (3) inovasi kurikulum. Model manajemen berbasis lokasi menurut sang begawan ialah model yang dilaksanakan dengan meletakan semua urusan penyelenggaraan pendidikan pada sekolah. Model pengurangan administrasi pusat merupakan konsekuensi dari model pertama. Pengurangan administrasi pusat diikuti dengan peningkatan wewenang dan urusan pada masing-masing sekolah. Model ketiga, inovasi kurikulum menekankan pada inovasi kurikulum sebesar mungkin untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum ini disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik disekolah-sekolah dan tersebar pada daerah yang bervariasi.
Terlepas dari bidang garapan mana yang didesentralisasikan, sebenarnya aspek utama yang perlu di siapkan ialah adanya deregulasi peraturan perundang-undangan sebagai produk  dari kebijakan nasional yang dijadikan perangkat kendali sistem manajemen, sekaligus yang mengatur isi dan luas kewenangan setiap bidang garapan yang didesentralisasikan. Aspek inilah yang akan memberi corak, jenis dan bentuk-bentuk desentralisasi dalam manajemen pendidikan. Artinya, substansi desentralisasi manajemen pendidikan harus pula menyertakan peraturan perundang-undangan yang mengatur batas-batas kewenangan pangkal, bidang garapan mana yang secara mandiri menjadi hak, bidang garapan mana yang menjadi kewajiban, bidang mana yang menjadi kewenangan tambahan, bagaimana hak dan kewajiban tersebut dipertanggung jawabkan, serta bagaimana peraturan perundang-undangan tersebut mengikat secara hukum terhadap bidang-bidang garapan manajemen pendidikan yang didesentralisasikan itu.[1]


[1] Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, manajemen pendidikan, Bandung, Alfabeta, hal: 26-27