Pemikiran Pendidikan Menurut Prof. Dr. Nurcholish Madjid
Ada
beberapa gagasan dan pemikiran Prof. Dr. Nurcholish madjid dalam bidang kemampuan
tinggi untuk pendidikan islam, diantaranya adalah :
Pertama, pembaruan
pesantren, gagasan dan pemikiran tentang pesantren ini dapat dilihat dari
karyanya yang berjudul bilik-bilik pesantren sebuah protet pejalanan, dalam
bukunya ini nurchlish madjid berpendapat bahwa pesantren berhak, malah lebih
baik dan lebih berguna, mempertahankan fungsi pokoknya semula, yaitu sebagai
tempat penyelenggaraan pendidikan agama. Pelajaran-pelajaran yang dapat
diberikan di dalam pesantren antara lain adalah :
1.
Mempelajari agama dengan cara yang lebih
sungguh-sungguh yaitu dengan menitik beratkanpada pemahaman makna dan
ajaran-ajaran yang ada di dalamnya.
2.
Melalui pertolongan bahan bacaan atau
buku pegangan penggunaan cara ini sangat tergantung pada kemampuan para
pengajar dalam mengembangkannya secara luas.
Selanjutnya,
Nurcholish madjid agar pesantren tanggap terhadap tuntutan-tuntutan hidup anak
didiknya kelak dalam kaitanya dengan perkembangan zaman. Di sini pesantren
dituntut dapat membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan nyata yang didapat
melalui pendidikan atau pengajaran pengetahuan umum secara memadai. Berdasarkan
berbagai analisis di atas, nurcholish akhirnya berkesimpulan bahwa tujuan
pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang memiiki kesadaran
tinggi bahwa ajara islam bersifat
menyeluruh. Selain itu, produk pesantren ini diharapkan memiiki kemampuan
tinggi untuk melakukan responsi terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan
hidup dalam konteks ruang dan waktu.
Kedua, kebangkitan
gerakan intelektual di kalangan umat islam, pemikiran nurcholish madjid dalam
bidang pendidikan juga terlihat dari upayanya membangkitkan rasa percaya diri
pada umat islam. Caranya antara lain dengan menunjukan bahwa umat islam pernah
tampil sebagai pelopor dalam bidang ilmu pengetahuan baik agama maupun umum,
serta tampil sebagai adikuasa.
Ketiga, peningkatan
pengamalan agama menurut nurcholish madjid, bahwa sekarang yang paling penting
untuk diperhatikan adalah masalah bagaimana agar “taat menjalankan agama”.
Tidak berhenti dan terbatas hanya pelaksanaan segi-segi formal. Simbolik.
Berkaitan dengan masalah tersebut, nurcholish madjid menyarankan agar
diusahakan kembali,sedikit demi sedikit, susunan dan hirarki nilai dalam agama
sehingga yang primer tetap primer, yang skunder tetap skunder, begitu
seterusnya. Kondisi ini diperlukan agar tidak terjadi kekacauan dan pertukaran
hirarki nilai. Ini bukan berarti kita harus merombak, mengubah dan menukar
ajaran dan nilai agama, karena sepanjang mengenai agama, manusia tidak berhak
melakukan satu perubahan apapun yang datangnya dari Tuhan.
Keempat, perpustakaan
masjid, menurut nurcholis madjid, kini semakin terasa adanya tuntutan agar masjid-masjid
perlu dilengkapi perpustakaan. Dengan simpanan buku-buku dan kitab-kitab yang
mampu memperkaya perbendahaaan kaum muslimin dalam hubungan ini. Ia
menghubungkan dengan kalimat dalam Alqur’an yang pertama kali diturunkan, yang
isinya perintah membaca. Kemampuan membaca yang sangat dianjurkan oleh Muhammad
saw, menurut Nurcholish madjid, harus diusahakan tumbuhnya etos membaca yang
setinggi-tingginya. Melalui kitab dan buku itulah ilmu diwariskan dan
dikembangkan dari generasi ke generasi.
Kelima, pendidikan
agama dalam rumah tangga, menurut nurcholish madjid, bahwa pendidikan agama sesungguhnya
pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik. Pendidikan agama tidak
benar jika dibatasi hanya pada pengertian-pengertian yang konvensional dalam masyarakat.
Menurut nurcholish madjid bahwa
pendidikan agama akhirnya menuju kepada penyempurnaan berbagai keluhuran
budi. Sehubungan dengan ini peran orang tuan dalam mendidik anak melaluui
pendidikan agama yang benar adalah sangat penting, pendidikan agama dalam rumah
tangga menurut nurcholis madjid tidak cukup hanya berupa pengajaran kepada anak
tentang segi-segi ritual dalam formal agama. Dan peran orang tua tidak perlu
berupa peran pengajaran (yang notabene dapat diwakilkan kepada orang lain).
Peran orang tua adalah peran tingkah laku tulada atau teladan. Dan pola-pola
hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan
yang menyeluruh seperti yang telah diuraikan di atas.
Selanjutnya
dengan mengutip pepatah yang mengatakan bahwa bahasa perbuatan adalah lebih fasih dari bahasa ucapan (lisan al-hal afshah
min lisan al maqoal). Nurcholish madjid mengatakan bahwa pendidikan agama
menuntut tindakan pecontohan lebih banyak dari pada pengajaran verbal. Karena
itu yang penting adalah adanya penghayatan kehidupan keagamaan dalam suasana
rumah tangga.
Keenam, pendidikan akhlak sejalan dengan pentingnya
pendidikan agama dalam lingkugan keluarga yang ditekankan pada pengamalan
ajaran agama terkait erat dengan etika, norma, dan akhlak. Dalam berbagai
kesempatan ia mengingatkan bahaya dengki atau
hasad yang dapat memakan segala kebaikan dan merupakan pangkal
kesengsaraan. Ia mengingatkan agar manusia menahan amarah, mengendalikan hawa
nafsu, taat karena benar, memperhatikan perkataan orang lain, hormat kepada
orang tua, dalam bekerja hendaknya berorientasi pada prestasi, bukan prestise,
agar berfikir dan bertindak lebih strategis, fitrah dan akhlak, akhlak dan
kemajuan bangsa, hubungan amal sholeh dan kesehatan jiwa, menjauhi kemewahan,
mau mengatakan yang benar walaupun terasa sakit, mau berkorban dan mau
berdeerma bakti.
Ketujuh, pesan-pesan
takqwa seiring dengan komitmennya dengan pendidikan keagamaan yang bertumpu
pada penanaman dan pembiasaan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Nurcholish madjid banyak mengungkapkan dalam pesan-pesan taqwa. Dengan mengacu
pada bagian pertama surat Al-Baqarah, nurcholish madjid mengatakan bahwa
sifat-sifat utama kaum betaqwa itu adalah :
1)
Beriman kepada yang gaib
2)
Menegakan sholat
3)
Mendermakan sebagian dari harta yang
dikaruniakan tuhan kepada mereka
4)
Beriman kepada kitab suci
5)
Beriman kepada al-quran dan
menghargai akal manusia, menuntut berfikir dan bekerja keras melakukan sesuatu
yang bermanfaat, produktif, inovatif, terbuka, menghargai waktu, berwawasan
global dan berpandangan kedepan.
Menurut Nurcholish madjid, dalam aspek kurikulum
terlihat bahwa pelajaran agama masih dominan di lingkungan pesantren, bahkan
materinya hanya kusus yang disajikan dalam berbahasa Arab. Mata pelajaran
meliputi fiqh (paling utama), aqa’id, nahwu sharf(juga mendapat kedudukan
penting), dan lain-lain. Sedangkan tasawuf dan semangat serta rasa Agama
(religiusitas) yang merupakan inti dari kurikulum “keagamaan” cenderung
terabaikan. Nurcholish Madjid, membedakan istilah materi pelajaran”agama” dan
“keagamaan”. Perkataan “agama” lebih tertuju pada segi formil dan ilmunya saja,
sedangkan perkataan “keagamaan” lebih mengenai semangat dan rasa agama
(relegiusitas). Menurut Nurcholish Madjid , materi “keagamaan” ini hanya
dipelajari sambil lalu saja tidak secara sungguh-sungguh. Padahal justru inilah
yang lebih berfungsi dalam masyarakat zaman modern, bukan fiqh, atau ilmu
kalamnya apalagi nahwu-sharfnya serta bahasa arabya. Disisi lain, pengetahuan
umum nampaknya masih dilaksanakan secara setengah-setengah, sehingga kemampuan
santri biasanya sangat terbatas dan kurang mendapat pengakuan dari masyarakat
umum.[1]
No comments:
Post a Comment