Organisasi-Organisasi Islam di Indonesia
1. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada
tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan
Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan,
pendidikan, dan social menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin.
Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut.
1) Memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam.
2) Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama
Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah
adalah sebagai berikut:
1) Mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam ( dari TK sampai
dengan perguruan tinggi).
2) Mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, dan masjid
3) Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Muhammadiyah berusaha untuk
mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Itulah sebabnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan
memperteguh keyakinan tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan
wanita yang dinamakan Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon
( HW ).
Muhammadiyah sebagai gerakan islam
modernis sejak awal kelahirannya telah memilih jalan pergerakan di wilayah
social-keagamaan yang memusatkan perhatian pada cita-cita pembentukan
masyarakat (masyarakat islam atau masyarakat utama) ketimbang bergerak di
lapangan politik dengan melibatkan diri dalam kancah perjuangan
politik-protaktis (riel politics) yang memperebutkan kekuasaan dalam
pemerintahan dan lebih jauh lagi mencita-citakan pembentukan sistem Negara.
Dengan orientasi gerakan social-keagamaan itu Muhammadiyah berhasil melakukan
transformasi social ke berbagai struktur dan proses kehidupan masyarakat secara
langsung, operasional, dan relative dapat diterima oleh banyak kalangan
masyarakat. Melalui peranannya ini, di belakang hari Muhammadiyah telah
menghadirkan ideology gerakan islam yang bercorak cultural dan bersifat modern
yang melakukan perubahan-perubahan social dari kehidupan yang bercorak
agraris-pedesaan keindustrial-perkotaan yang waktu itu merupakan fenomena baru
dalam gerakan islam pada awal abad ke-20.
Dapat diakui saat ini bahwa
persyarikatan Muhammadiyah adalah suatu organisasi social kemasyarakatan islam
modern yang terbesar di seluruh dunia islam. Di samping itu juga tidak dapat di
sangkal bahwa keberhasilan kiprah amaliah Muhammadiyah di bidang pendidikan dan
pelayanan social kepada masyarakat sangat besar, dengan kata lain Muhammadiyah
merupakan organisasi yang luar biasa. Dalam usianya yang lebih dari 80 tahun,
Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 13.000 sekolah dari jenjang pendidikan
TK, SD, SLTP sampai ke SMU, juga Madrasah Diniyah dan Madrasah
Muallimin/Muallimat serta pondok pesantren. Belum terhitung lebih dari 60
perguruan tinggi dan akademik tersebar di seeluruh nusantara.
Dalam bidang pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat, Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 400 unit usaha
yang berupa rumah sakit umum, poliklinik, BKIA, panti asuhan dan yatim piatu,
dan pos santunan social serta lebih dari 3000 mesjid. Hal lain yang perlu
dicatat adalah bahwa prestasi Muhammadiyah yang gemilang itu dicapai melalui
pendekatan terbuka, ramah, dan bersahabat dengan semua pihak, dan menempuh
jalan yang dibenarkan oleh undang-undang yang berlaku serta tidak bersikap
tertutup dan ekslusif. Salah satu kunci utama dari keberhasilan Muhammadiyah
adalah sikapnya yang steady dan konsisten dengan maksud pendirian
persyarikatan.
Muhammadiyah pada masa orde baru itu
telah mengikrarkan diri untuk tidak mengulangi kesalahan politik yang sama
seperti yang dilakukan pada masa Orde Lama dengan terlibat dalam Masyumi selama
lebih dari sepuluh tahun. Melalui Tanwir Ponorogo dan Muktamar ke-38 di Ujung
Pandang pada 1971, organisasi ini menegaskan pendirian
politiknya bahwa Muhammadiyah tidak berafiliasi dan bukan merupakan bagian dari
partai politik tertentu. Sejak itulah Muhammadiyah dari tingkat pusat hingga
ranting, memberikan keleluasaan kepada anggotanya secara individu untuk
menyalurkan aspirasi politik kepada partai politik yang ada sepanjang tidak
menyimpang dari garis perjuangan Muhammadiyah.
2. Nahdhatul Ulama (NU)
Pada mulanya NU merupakan organisasi social keagamaan dari kelompok islam
tradisionalis. NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Pendirian
NU ini sebagai usaha menahan perkembangan paham pembaharu islam di Indonesia.
Pada waktu itu paham pembaharuan masuk ke Indonesia yang di bawa oleh para
jama’ah haji yang pulang ke Indonesia. Seruan yang dikumandangkan adalah
perlunya kembali kepada Al-qur’an dan hadits nabi sebagai sumber utama ajaran
Islam. Masih terbukanya pintu ijtihad dan melarang praktik-praktik yang tidak
sesuai dengan islam berupa bid’ah dan khurafat.
Dengan tumbuhnya paham pembaharuan islam ini, kelompok islam tradisionalis
berusaha menjaga paham yang selama ini dilaksanakan dengan membentuk organisasi,
yang dinamakan Nahdhatul Ulama (kebangkitan ulama). Organisasi ini didirikan
dimaksudkan juga dalam rangka mempertahankan ajaran-ajaran 4 mazhab ( Hambali,
Hanafi, Syafi’I, dan Mhaliki ), terutama mazhab Syafi’i. Pendiri NU adalah KH.
Hasyim As’ary, dan KH. Wachab Hasbullah.
NU pada masa pergerakan terus berkembang dan tetap menjadi organisasi social
keagamaan dan pendidikan. Sebagai pusat dari pergerakan organisasi ini adalah
pesantren-pesantren dengan Kyai sebagai ujung tombaknya. Meskipun bergerak
dalam bidang social keagamaan dan pendidikan, NU juga pernah bergabung dalam
GAPI dan menyerukan jihad untuk melawan penjajahan.
Ketika Indonesia merdeka, NU
merupakan salah satu pilar partai politik Masyumi. Bersama-sama dengan
Muhammadiyah, organisasi Islam pembaharu, NU mendirikanpartaipolitik Masyumi.
Partai ini dimaksudkan sebagai satu-satunya partai Islam di Indonesia sebagai
alat perjuangan dan aspirasi umat Islam Indonesia. Namun dalam perkembangan
kemudian, karena ada salah paham dan pandangan yang berbeda denagan
unsure-unsur dalam tubuh Masyumi. Dalam Muktamar yang diselenggarakan di
Palembang tahun 1952, NU menyatakan sebagai partai politik yang berdiri sendiri
dan tidak lagi menjadi bagian dari Masyumi.
Dengan keluarnya NU dari Masyumi
maka orang Masyumi yang duduk dalam cabinet dari unsure Nu tidak lagi atas nama
partai Masyumi tetapi atas nama partai NU. Dengan demikian karena NU memiliki
massa yang banyak, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, kekuatan NU menjadi
sangat menentukan dalam setiap menyusun cabinet. Oleh karena itu, setiap
penyusunan cabinet NU selalu menjadi partai politik yang harus dilibatkan dalam
koaliisi pembentukan cabinet. Dengan kata lain, NU merupakan unsur dalam
koalisi pembentukan cabinet. Dalam konteks itu maka bagi siapa saja, baik itu
kalangan nasionalis (PNI) atau Masyumi harus mengajak NU dalam koalisi
membentuk cabinet.
3. Hubungan Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
adalah dua organisasi “terbesar” di Indonesia. Kata “terbesar”sengaja diberi
tanda kutip karena awalan “ter” seharusnya menunjuk pada satu objek, bahkan
dua. Keduanya disebut “terbesar” untuk menunjukkan betapa sulitnya menentukan
mana yang satu di antara keduanya yang lebih besar. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan yang tidak bisa di ukur secara matematis.
Satu hal yang tidak bisa dimungkiri
bahwa jika NU memiliki puluhan atau bahkan ratusan pesantren maka muhammadiyah
memiliki lembaga pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi yang kurang lebih
sama jumlahnya. Jika tokoh-tokoh NU memiliki puluhan LSM, Muhammadiyah pun
memiliki lembaga-lembaga sosial yang tidak kalah, baik secara kualitas maupun
kuantitas, dengan LSM NU. Alhasil, NU dan Muhammadiyah adalah dua aset bangsa
yang tak ternilai harganya. Mengingat begitu signifikannya peran kedua
organisasi ini, banyak kalangan berpendapat, jika di antara keduanya tidak ada
masalah maka selesailah, minimal setengah dari persoalan bangsa ini.
Sebaliknya, jika keduanya bertikai
maka akan runyamlah nasib bangsa ini. Karenanya program mendamaikan dan atau
mempertemukan keduanya terasa begitu urgen. Namun, sejauh mana upaya ini
mungkin di lakukan akan sangat tergantung pada 2 faktor, pertama menyangkut
latar belakang kelahiran kedua organisasi ini yang secara langsung terkait
dengan paham keagaman yang diyakini dan diinterpretasikan oleh keduanya. Kedua,
watak politik antara keduanya yang juga sedikit banyak dipengaruhi paham
keagaman yang diyakini dan diinterpretasikan oleh keduanya.
No comments:
Post a Comment