Thursday, 1 September 2016

Pemikiran, ide, gagasan Pendidikan Menurut K.H Abdurrahman Wahid



Pemikiran Pendidikan Menurut K.H Abdurrahman Wahid

 

     Abdurrahman wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur adalah anak dari Wahid Hasyim dan beliau juga merupakan cucu dari tokoh besar pendiri Nahdhatul Ulama (NU). Gagasan seorang tokoh biasanya terlihat pada sejumlah pidato dan karya tulisnya. Tidak seperti dengan tokoh politik lainnya, Gus Dur tampil selain sebagai seorang politisi juga sebagai seorang akademis. Hal ini terlihat dari sejumlah karya tulisnya, diantara karya tulisnya adalah sebagai berikut : buku bunga rampai pesantren, di dalam buku ini terdapat 12 artikel yang secara umum bertemakan pesantren. Di dalam buku ini Gus Dur menunjukan sikap optimisnya bahwa pesantren dengan ciri-ciri dasarnya mempunyai potensi yang luas untuk melakukan pemberdayakan masyarakat. namun demikian, perlu dicatat bahwa pesantren sekarang dilihat dari segi ruang lingkup program dan organisasi kelembagaannya sudah tidak lagi sama sepenuhnya dengan model pesantren  tradisional salafi.
Dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Indonesia, kita melihat paling kurang terdapat lima macam tipologi pesantren, yaitu: Pertama, lembaga pendidikan pesantren yang bersifat salafi, yaitu lembaga pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan agama dengan bersandar pada kitab-kitab klasik yang menggunakan sistem holaqoh, sorongan dan bandongan.
Kedua, lembaga pendidikan yang selain memiliki ciri-ciri pesantren salafi, juga mengadopsi sistem madrasah, walaupun muatan kurikulumnya sepenuhnya agama.Ketiga, lembaga pendidikan pesantren yang selain memiliki sistem madrasah juga sudah melengkapi dengan sistem sekolah umum yang memungkinkan santrinya dapat melanjutkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Keempat, sistem pendidikan pesantren yang sudah melengkapi dirinya dengan keunggulan dalam penguasaan bahasa asing dan teknologi modern.
Kelima, sistem pendidikan pesantren yang santrinya diarahkan untuk menjadi tenaga kerja yang profesional yang di butuhkan oleh masyarakat.
Munculnya dinamika pesantren yang demkian itu, tidak lepas dari gagasan pembaharuan dan dinamisasi pesantren yang dilontarkan Gus Dur. Melalui gagasan dan pembaharuan dan dinamisasi pesantren yang dimiliki itu, Gus Dur menginginkan terjsdinya proses penggalakan kembali nilai-nilai hidup positif yang telah ada dan meakukan pergamtian nilai-nilai lama yang dianggap tidak relevan lagi dengan nilai-nilai baru yang lebih relevan dan dianggap lebih baik dan lebih sempurna. Inilah yang memunculkan istilah yang berbunyi : al-muhafadzah ala al-qodim al-salih wa al-akhzhu bi al-jadid al-ashla (memelihara dan melestarikan nilai-nilali lama yang masih relevan dan mengambil nillai-nilai baru yang lebih relevan lagi).
Selanjutnya, Gus Dur berpendapat bahwa dalam melakukan modernisasit tersebut, pesantren harus mampu melihat gejala sosial yang tumbuh di masyarakat, sehinggan keberadaan pesantren tersebut dapat berperan sebagai pusat pengembangan masyarakat, upaya ke arah ini menurut Gus Dur dapat dilakukan dengan dua cara, pertama : dengan cara mengarahkan semua perubahan yang dilakukan pada tujuan mengintregasi pesantren sebagai sistem pendidikan ke dalam pola umum pendidikan nasional yang membangun manusian yang kreatif.
Kedua, dengan cara meletakan fungsi kemasyarakatan dalam kerangka menumbuhkan Lembaga Govermental Organization (IGC) menjadi lembaga Non Govermental Organization (NGO) yang kuat dan matang di pedesaan sehingga mampu menjadi rekan yang sesungguhnya bagi pemerintah dalam upaya melakukan pembangunan nasional.
            Lebih lanjut Gus Dur berbicara tentang keuntungan pesantren jika menyelenggarakan pendidikan umum. Keuntungan tersebut antara lain :
Pertama, bahwa mayoritas masyarakat pesantren yang tidak belajar di madrasah akan dapat diserap oleh sekolah umum. kedua, mereka yang selama ini berada dipersimpangan jalan antara belajar di sekoolah umum dangan belajar di pesantren, dan sekaligus memasuki sekolah umum di lingkungan pendidikan pesantren.
            Sejalan dengan perubahan visi misi dan tujuan pendidikan pesantren sebagaimana tersebut di atas, Gus Dur juga berbicara tentang kurikulum pendidikan pesantren. Menurutnya, kurikilum yang berkembang di dunia pesantren selama ini dapat di ringkas menjadi tiga hal, yaitu :
·         Pertama, kurikulum yang bertujuan mencetak ulama dikemudian hari.
·         Kedua, struktur dasar kurikulumnya adalah pengajaran pengetahuan agama islam dalam segenap tingkatan dan pemberian bimbingan kepada santri secara pribadi yang dilakukan oleh guru atau kyai.
·         Ketiga, secara keseluruhan kurikulum yang ada di pesantren bersifat fleksibel, yaitu dalam setiap kesempatan para santri memiliki kesempatan untuk menyusun kurikulumnya sendiri, baik secara keseluruhan maupun secara sebagian saja.
Hal tesbut sejalan dengan kenyataan yang menunjukan bahwa kurikulum sistem pendidikan pesantren yang diwakili oleh kitab kuning lebih menekankan pada bidang kajian fiqh, teologi, tasawuf dan bahasa. Khususnya yang berkenaan dengan fiqh, biasanya hanya dibatasi pada fiqh yang berasal daari empat imam mazhab yaitu, Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafi’i. Selain itu, fiqh pada umumnya diartikan sebagai kumpulan hukum amaliah yang disyari’atkan islam dengan penekanan yang mendalam dan berlebihan. Dipilihnya pemikiran fiqh mazhab Syafi’i ini dari segi amaliah dapat memantapkan hati seseorang, tapi dari segi kreatifitas terasa merugikan. Dengan menganut hanya satu mazhab saja dapat membelenggu kreatifitas berfikir dan membuat sempit pemahaman atas elastisitas hukum islam.
Selanjutnya, Gus Dur menginginkan agar kurikulum pesantren memiliki keterkaitan dengan kebutuhan lapangan kerja, seiring dengan perubahan arah kurikulum di atas, Gus Dur juga menekankan pentingnya menghilangkan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, dengan catatan penguasaan ilmu agama harus diberi porsi yang cukup besar dalam kurikulum pesantren tersebut. Namun demikian, besar peran yang dimainkan pleh pengelolan yang berada ditangan kyai maka untuk membawa berbagai kemajuan sebagai mana tersebut di atas perlu diikuti dengan upaya mengubah kepemimpinan kyai yaitu dengan mengubah dari gaya dan pola kepemimpinan kyai yang mengekang kebebasan kepada gaya dan pola kepemimpinan kyai yang demokratis, terbuka, dan berpandangan jauh ke depan. Sehubungan dengan ini Gus Dur lebih lanjut mengatakan bahwa kepemimpinan karismatiik pada tahap-tahap pertama amat diperlukan, tetapi pada tahap yang selanjutnya banyak menimbulkan kerugian.
Dalam keadaan tarik-menarik antara mempertahankan nilai-nilai kepemimpinan tradisional di pesantren dengan upaya terjadinya modernisasi maka menurut Gus Dur yang diperlukan adalah melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Ø  Petama, pendidikan tradisional yang dalam pelaksanaannya masih memelihara nilai dan pandangan hidup yang ditimbulkan di pesantren masih tetap dipertahankan dan dikembangkan,
Ø  Kedua, kebersamaan dengan itu, usaha-usaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan dan pengajaran yang ada di pesantren harus terus di pertahankan, terutama yang berkaitan dengan metode pengajaran dan penetapan materi pengajaran.
Menurut Abdurrahman Wahid, tujuan pendidikan pesantren bukan hanya terletak pada upaya tafaqquh fi-aldin, yaitu menghasilkan manusia yang mendalami ilmu agama setingkat dengan ulama, malainkan terintegrasinya pengetahuan agama dan non agama, sehingga lulusan yang dihasilkan pesantren adalah suatu kepribadian yang utuh dan bulat dalam dirinya, yakni pribadi yang di dalamnya tergabung unsur-unsur keimanan yang kuat atas pengetahuan secara seimbang.
Gagasan Gus Dur berikutnya dapat dijumpai dalam karyanya yang berjudul “tuhan tak perlu dibela”. Dalam buku yang menjelakan berbagai fenomena sikap keagamaan dan kekerasan politik ini, Gus Dur menjelaskan bahwa kekerasan politiik merupakan akibat perilaku kaum fundamentalis yang berakar pada fanatisme yang sempit. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa selain sebagai tokoh politik, negarawan, budayawan, kyai, Gus Dur juga sebagai seorang akademisi yang memberika perhatian yang cukup besar terhadap maju mundurnya pendidikan islam. 

No comments:

Post a Comment