Peran Islam Terhadap Pembangunan di Indonesia
Islam tidak bisa dipandang sebelah mata. Di setiap masa dalam kondisi
perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa ini belum
bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini,
pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan
agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang
banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi
bagi bangsa ini. Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air,
sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah
air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan
politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme
sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu
macam komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan
kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari penanaman
nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara. Para
pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia
berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat
beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan
Pancasila sebagai filosofis negara.
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam
negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk
ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi
politik di dalam perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi
dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang
mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia
politik.
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan
reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa
pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), ketua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari
kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi
bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan.
Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi
menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil
menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh
menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan
Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment